Polemik Perppu Ormas, Kebebasan Itu Ada Batasnya

  • Kamis 21 September 2017 , 12:00
  • Oleh : Dewi
  • 1401
  • 3 Menit membaca
UPN VETERAN Yogyakarta

Yogyakarta, HanTer - Keputusan pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang - undang (Perppu) untuk membekukan ormas bukanlah anti-demokrasi. Justru hal itu dilakukan agar pelaksanaan kebebasan tidak kebablasan. Karena selama ini kebebasan sudah diberikan seluas-luasnya oleh pemerintah mulai dari kebebasan berserikat, menyatakan pendapat. Namun bukan berarti kebebasan yang sebebas-bebasnya tanpa batas.

"Kebebasan dan demokrasi itu ada batasnya, keberadaannya tidak berada pada “ruang hampa”, tindakan atau aksi seseorang, kelompok, organisasi tidak hanya ormas saja siapapun itu tetap harus memperhatikan norma, etika, aturan-aturan, hukum dan adat-istiadat yang berkembang di masyarakat," ungkap Anggota Komisi X DPR RI Fraksi PDI Perjuangan MY Esti Wijayati saat seminar bertema “Kebijakan Perppu No. 2 Tahun 2017 dalam Perspektif Konstitusi dan Demokrasi” yang diinisiasi Kelompok Studi Pertanian (LOSTA) UPN “Veteran” Yogyakarta, di Ruang Seminar Fakultas Pertanian UPN “V” Yogyakarta, Rabu (20/9/2017).

Menurutnya, demokrasi tidak bisa dibiarkan berkembang liar yang justru akan menodai dan merusak spirit kebebasan dan nilai-nilai demokrasi itu sendiri. Namun realitas di lapangan telah menunjukan terjadi pro dan kontra terkait Perppu tersebut. Tapi pada satu sisi menyakini bahwa Perppu adalah sikap tegas pemerintah Indonesia untuk menyelamatkan NKRI.

"Perppu dibuat atas dasar spirit dan alasan yang jelas, antara Iain merawat kebhinnekaan dan kebangsaan, menjaga toleransi dan hak-hak masyarakat sipil yang selama ini tergeroti oleh kelompok dan ormas radikal-intoleran," bebernya.

Sementara itu, Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Yogyakarta Prof. Dr. Purwo Santoso mengatakan, ketika menelaah soal demokrasi di Indonesia dan terkait Perppu ormas tak lepas dari desain demokrasi, yang di dalamnya demokrasi yang tidak melanggar UUD dan Pancasila. Dia mengakui bahwa di sahkannya Perppu ormas oleh pemerintah kerap terjadi pro dan kontra di masyarakat namun Perppu tersebut dilandasi adanya gerakan ormas anti Pancasila.

"Perppu ini muncul dilandasi munculnya gerakan ormas yang bertolak belakang dengan asas Pancasila yaitu adanya kelompok masyarakat mengatasnamakan khilafah untuk merubah dasar negara Pancasila," tuturnya.

Dosen Widya Meat Yasa UPN Yogyakarta Agus Surata memandang jika terjadi pro kontra yang tidak terkontrol maka suatu negara akan menjadi runtuh. Maka itu, kata dia, jangan sampai terjebak pada pro kontra. Pro kontra terjadi karena situasi politik. Semakin banyak generasi muda, maka pro kontra akan semakin banyak. Generasi muda, ujar Widya, tidak hanya mampu mengkritik tapi juga mencari solusi. Sebab, pro kontra adalah siklus sosial. Jadi biarkan saja pro kontra namun jangan digunakan untuk interaksi sosial karena akan menciptakan perpecahan.

"Seharusnya kita harus senantiasa toleransi. Mengedepankan harmonisasi kita. Wasit yang menarik seluruh pihak, baik pro dan kontra," paparnya.

Ditempat yang sama Ketua Bela Negara UPN Jogja Bambang Wijaksono mengakui di Indonesia ada beberapa Ormas yang tidak memiliki tujuan untuk itu maka pemerintah mensyahkan Perppu ini agar Ormas tidak melanggar UUD dan Pancasila, demi tercapainya Bela negara: cinta tanah air. Kaitan ormas dan bela negara dapat menjaga keutuhan dan kelangsungan negara, harus memiliki sikap bela negara.

"Dapat terciptanya kerukunan bernegara. Menanamkan bela negara pada ormas, menanamkan rasa cinta tanah air, mengajarkan budi luhur pada setiap individu, membangun sikap gotong royong, melestarikan budaya bangsa, memperbanyak aksi sosial kepada lingkungan sekitar, ikut serta dalam membangun bangsa. Harus masing-masing kita memiliki tekad untuk mempertahankan keutuhan berbangsa dan bernegara," pungkasnya.