Anak Tukang Batu ini Mengejar Mimpi Ke Jogja
SLEMAN – Kondisi ekonomi keluarga yang tidak mampu nyaris menyurutkan niat Abdul Rofik Budin untuk melanjutkan pendidikan ke bangku kuliah. Pasalnya ia tidak yakin orang tuanya mampu membiayai.
Ayahnya sudah meninggal saat Rofik berumur 5 tahun, praktis seluruh tanggungjawab diambil alih ibunya. Sang ibu membiayai ia dan ke 3 saudaranya dari hasil bekerja sebagai petani jambu mente. Jambu ini dipanen setahun sekali dengan penjualan sekitar Rp 3 – 5 juta.
“Uang itu digunakan biaya sekolah saya dan adik-adik saya, makan, dan untuk bayar hutang di kios,” kata Rofiq ketika ditemui saat daftar ulang di Kampus UPN Condong Catur, Selasa (8/5/2018).
Saat musim jambu telah usai ibunya bekerja sebagai pemecah batu. Satu kubik batu dihargai Rp 50 ribu. Biasanya pecahan batu ini di jual ke perusahaan ataupun orang yang hendak membangun rumah.
“Untuk makanan kami sehari-hari Alhamdulillah masih ada nasi. Kalau ada uang pakai lauk sayur atau ikan, tapi jika tidak ada maka kami makan nasinya dengan ditemani kopi hitam,” ujarnya lirih.
Selama sekolah saya mendapatkan bantuan dari pemerintah dan tinggal bersama kakak saya di Poso.
Program beasiswa bidikmisi mengobarkan semangat untuk meraih mimpinya melanjutkan ke pendidikan tinggi dan mengantarkannya menjadi salah satu calon mahasiswa Program Studi Sistem Informasi di UPN “Veteran” Yogyakarta melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) tahun 2018.
Perjalanannya ke Yogyakarta bukanlah perkara yang mudah bagi laki-laki kelahiran Lafeu, 12 Desember 2000. Ia harus menempuh perjalanan panjang dari rumah peninggalan mendiang ayahnya Desa Lafeu, Kecamatan Bungku Pesisir, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah.
“Jarak antara kota dengan kampung saya kurang lebih tiga jam naik angkutan umum. Kemudian untuk ke Poso saya harus bermalam dulu di Bungku Kota kemudian paginya baru berangkat naik travel kurang lebih 10 jam,“ ceritanya.
Tiba di Poso, anak kedua dari 4 bersaudara ini harus menempuh sekitar 6 jam perjalanan darat ke kota Palu. Dari Palu ia kemudian menggunakan pesawat menuju Yogyakarta.
"Saya ingin membuktikan saya bisa kuliah di Jawa dan bekerja terus bisa bayarin adik saya juga. Ibu pernah berpesan sama saya, untuk sekolah yang benar dan bisa sukses karena ibu tak selamanya sehat," tutup Rofik yang saat ini tinggal di rumah kakak kelasnya di Yogyakarta. (wwj/humas)