Objek Wisata Ilegal rawan Dilewati Lahar Hujan Lagi
Solopos.com, SLEMAN–Keberadaan salah satu objek wisata di wilayah Kawasan Rawan Bencana (KRB) III di Dusun Petung, Kepuharjo Cangkringan dinyatakan sangat menggangu bentang lahan dan berbahaya. Lokasi objek wisata ilegal itu diperkirakan bakal dilalui banjir lahar hujan selain melanggar berbagai regulasi.
Cornadus Danisworo, ahli sekaligus guru besar geologi Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta menyatakan lokasi tersebut besar kemungkinan dilalui lagi jika suatu saat terjadi banjir lahar hujan.
“Jelas enggak aman, suatu saat akan dilewati lagi,” ujarnya ditemui usai mengisi acara Profesor Goes to School di Pemkab Sleman, Selasa (19/9/2017).
Ia menguraikan keberadaan bangunan permanen di atas tebing yang diuruk itu tidak akan bisa bertahan lama. Secara khusus, ia menekankan jika tebing yang kokoh saja sudah terbukti terkikis maka bangunan tersebut juga tidak akan bertahan.
“Tindak tegas selama aturannya ada,” tandasnya.
Penindakan, tambah Danisworo, memang sangat tergantung pada pemegang kewenangan meski harus dilakukan secepatnya sebelum makin mejerumuskan.
Fakta adanya keterlibatan warga setempat di objek wisata itu menurutnya bisa dijawab dengan sosialisasi yang baik. Pemaparan data dan fakta bahkan foto perlu dilakukan agar masyarakat tahu resiko di wilayah itu jika terjadi bencana. Jika perlu, diikutsertakan generasi tua atau sesepuh yang pernah merasakan dampak butruk bencana erupsi Merapi yang mendasari aturan tersebut.
Selaras, Wiendu Nuryanti, akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM), yang dalam acara itu mengangkat tema Pariwisata Berbasis Harmonisasi Kultur dan Nutur mengatakan penindakan tegas bahkan pembongkaran perlu dilakukan atas pelanggaran tersebut.
“Dibongkar jika tidak sesuai aturan nanti jadi preseden malah padahal itu daerah bencana,” tegasnya.
Guru besar Ilmu Arsitektur UGM ini menilai pemerintah harus punya wawasan luas untuk bisa menegakkan aturan. Terlebih lagi, regulasi yang diterapkan sudah masuk dalam proses pembahasan yang panjang sehingga seharusnya bisa diterapkan di lapangan. Menurutnya, pengkajian amdal, dampak lingkungan, sampai pemberian IMB seharusnya menjadi kunci agar objek wisata ilegal itu tidak sampai berdiri dan beroperasi.
Serapan tenaga kerja dari masyarakat setempat juga menurunya bukan menjadi alasan pembiaran. Harus ada perbandingan dari dampak negatif yang timbul dengan jumlah serapan tenaga kerja. Wanita yang pernah menjabat Wakil Menteri Bidang Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia pada 2011-2014 silam ini menerangkan jika pelanggaran daerah rawan bencana ini juga memberi citra buruk pada pariwisata Indonesia, khususnya Sleman. Wisatawan asing, khususnya, akan melihat konflik ini dan membuat wisata tersebut, meski saat ini ramai, tak akan berumur panjang.