Panglima TNI
Isu pergantian Panglima TNI mulai berhembus seiring semakin dekatnya masa pensiun Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo pada Maret 2018, kurang lebih enam bulan ke depan. Biasanya proses pergantian akan memakan waktu beberapa bulan sebelum, termasuk proses fit and proper test kandidat di DPR. Panglima TNI merupakan jabatan strategis yang dapat mempengaruhi iklim kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pilihan Panglima ABRI Wiranto tahun 1998 untuk tidak menggunakan kapasitasnya dalam mengambil alih pemerintahan pascalengsernya Presiden Soeharto, dipercaya turut memuluskan proses reformasi dan transisi demokrasi di Indonesia.
Pergantian Panglima merupakan proses biasa sebenarnya di TNI, pergantian juga berarti merupakan bergeraknya ‘gerbong’ karier dalam tubuh TNI. Akan muncul banyak peluang promosi maupun mutasi dalam tubuh TNI, terutama untuk jabatan yang diisi perwira tinggi. Masa depan karier merupakan salah satu motivasi prajurit untuk mengabdi dengan sebaik-baiknya. Pasal 13 Ayat (4) UU TNI tahun 2004 mengamanatkan Panglima TNI merupakan jabatan yang dijabat secara bergantian dari perwira tinggi aktif di masing-masing angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan.
Jika ditilik pejabat Panglima sejak reformasi komposisinya adalah empat Panglima berasal dari TNI AD, dua Panglima berasal dari TNI AL, satu Panglima berasal dari TNI AU. Hingga masa reformasi Panglima TNI/ABRI selalu dijabat oleh perwira bintang empat yang berasal dari TNI AD.
Adalah Presiden Abdurrahman Wahid yang memecah tradisi bahwa Panglima TNI selalu berasal dari TNI AD. Laksamana Widodo AS adalah Panglima pertama yang berasal dari luar TNI AD. Penggiliran jabatan Panglima juga merupakan bentuk pengakuan kesetaraan antarmatra/angkatan dalam tubuh TNI.
Sejatinya pemilihan Panglima adalah hak Presiden dengan memperhatikan amanat UU TNI. Idealnya latar belakang keputusan Presiden dalam pengajuan nama kandidat kepada DPR dilandasi dengan semangat profesionalitas organisasi. Sesuai dengan pasal 13 di atas, DPR dapat menerima, menolak, atau tidak menjawab usulan Presiden atas kandidat Panglima. DPR dapat menolak disertai dengan alasan tertulis dan Presiden dapat mengajukan kandidat lain. Jika DPR tidak menjawab dalam jangka waktu 20 hari, maka dapat diartikan DPR menerima usulan Presiden.
Bahwa Presiden memilih kandidat dikarenakan adanya alasan-alasan tertentu, seyogiyanya alasan tersebut bukanlah alasan politik. Panglima harus merupakan kandidat terbaik dari pejabat Kepala Staf Angkatan yang ada, prajurit profesional sejati dan menghormati supremasi sipil dalam konteks demokrasi, sejalan dengan visi pemerintah saat ini yaitu Poros Maritim.
Faktor lain yang dapat menjadi pertimbangan ialah usia, jika kandidat Panglima dipilih sudah berusia mendekati pensiun maka akan tidak efektif bagi kinerja organisasi TNI. Komposisi kandidat yang dapat dicalonkan menjadi Panglima TNI saat ini adalah pejabat KSAD, KSAL, dan KSAU. Ketiga pejabat tersebut merupakan prajurit profesional yang layak menjadi kandidat Panglima TNI.
Dari ketiga pejabat tersebut KSAU Marsekal Hadi Tjahjanto merupakan kandidat dengan usia paling muda yaitu 54 tahun. Sementara KSAD Jenderal Mulyanto berusia 56 tahun dan KSAL Laksamana Ade Supandi berusia 57 tahun. Usia pensiun perwira tinggi TNI ialah 58 tahun. Panglima TNI pengganti Jenderal Gatot Nurmantyo nantinya akan memiliki pekerjaan rumah yang tidak ringan. Memastikan proses reformasi tetap pada jalurnya, memelihara profesionalisme organisasi dan prajurit, serta menjaga soliditas TNI.
Kontestasi dan atmosfer politik menjelang Pemilu 2019 juga merupakan tantangan tersendiri bagi Panglima baru agar TNI secara institusi dan personel dapat menjaga jarak dengan situasi politik. Tidak memiliki kepentingan terhadap calon tertentu, sehingga menimbulkan kegaduhan. Selain distorsi internal, Panglima baru juga harus selalu waspada terhadap ancaman-ancaman yang ada, sesuai dengan tugas dan fungsi utama TNI yang ada, pertahanan.
Pembangunan militer melalui program MEF, pelatihan personel, dan perbaikan remunerasi prajurit harus terus dilanjutkan. Agar TNI selalu siap setiap saat menangkal segala ancaman yang ada. Tugas dan tanggung jawab yang besar tersebut harus selalu dilandasi dengan semangat pengabdian dan profesionalitas.
(Suryo Wibisono. Dosen Jurusan Ilmu Hubungan Internasional & Peneliti Pusat Studi Pertahanan dan Keamanan UPN 'Veteran' Yogyakarta. Artikel ini dimuat Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat, Selasa 28 November 2017)