Siklon Cempaka di Bantul, Kerugian Capai Rp167 Miliar

  • Kamis 07 Desember 2017 , 12:00
  • Oleh : Dewi
  • 1477
  • 3 Menit membaca
UPN VETERAN Yogyakarta

VIVA.CO.ID – Kerusakan infrastruktur akibat siklon tropis Cempaka yang melanda Bantul pekan lalu cukup parah. Akibat siklon tersebut, tercatat ada 15 jembatan roboh, 22 talut ambrol, 13 bendungan dan empat gorong-gorong rusak, 178 rumah rusak berat dan 168 hektare lahan pertanian terdampak. 

Kepala Harian Pengurus Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bantul, Dwi Daryanto menuturkan, total ada 17.112 jiwa di 17 kecamatan dan 71 desa yang terdampak bencana ini. Selain itu, tiga korban jiwa dan luka ringan serta sedang masing-masing satu orang. 

Menurut hasil kalkulasi BPBD, total kerugian yang dialami mencapai Rp167 miliar, dengan kerugian Rp162 miliar di antaranya berupa kerusakan infrastruktur di 75 titik. 

"Sisanya merupakan kerusakan sarana pendidikan, rumah sakit, sektor perikanan dan pertanian," ucapnya, Rabu 6 Desember 2017.

Dwi mengakui pasca bencana ini, perbaikan infrastruktur menjadi fokus utama pemulihan. Kini BPBD sedang mendata rumah-rumah penduduk yang rusak parah untuk mendapatkan bantuan.

Pendataan ini dilakukan secara ketat dan selektif untuk memastikan bantuan non tunai yang diambilkan dari Belanja/Biaya Tak Terduga (BTT) milik BPBD tepat sasaran. Wujudnya berupa bahan bangunan yang dapat digunakan warga terdampak untuk membangun kembali rumahnya. 

"Tapi bantuan yang diberikan tidak 100 persen, kami hanya menyubsidi saja. Total BTT ada Rp7 miliar," kata Dwi.

Penyebab longsor

Ketua Pusat Studi Manajemen Bencana Universitas Pembangunan Nasional Yogyakarta, Eko Teguh Paripurno mengatakan, penanaman jenis pohon yang tidak tepat membuat lereng-lereng di wilayah Kabupaten Bantul rawan longsor. Terutama lereng dengan jenis tanah lapukan vulkanik berbatu yang rapuh di wilayah Kecamatan Imogiri, Dlingo dan Kretek. 

Menurutnya, banyak lereng atau bukit yang ditanami pohon jenis cemara dan pohon-pohon berakar serabut lainnya. Padahal pada jenis lapukan tanah vulkanik berbatu, akar pohon tersebut tidak dapat menancap dan mengikat hingga dasar batu.

Akibatnya, meskipun lebat adanya vegetasi tersebut malah makin memperparah tingkat kelongsoran lereng yang terjadi. Sebab, pohon tersebut malah membebani tanah saat angin kencang melanda. 

"Seharusnya bukit seperti itu ditanami pohon seperti sukun yang punya akar tunggang dan kuat," katanya. 

Oleh sebab itu, Eko merekomendasikan kepada seluruh masyarakat yang ada di sekitar lereng untuk mulai mengungsi saat hujan deras kembali melanda. Menurutnya longsor dapat diprediksi saat lumpur telah meluncur bersamaan dengan air hujan yang turun dari lereng, sehingga tindakan pencegahan dapat dilakukan. 

Eko menuturkan, hingga kini UPN masih memetakan titik-titik rawan bencana khususnya longsor di Bantul. Hasil pemetaan tersebut kemudian diserahkan pada Pemdes setempat untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam pencegahan maupun rehabilitasi pasca bencana tersebut. Apalagi menurutnya Pemdes memiliki dana desa yang juga bisa digunakan untuk pembangunan yang berkorelasi dengan pengurangan risiko bencana. 

"Ini jadi keputusan Pemdes memanfaatkan dana desa yang ada dengan sebaik-baiknya," ujarnya. (ase)