Andi Kurniawan, Mahasiswa Yatim Piatu Peraih Cumlaude

  • Rabu 16 Oktober 2019 , 12:00
  • Oleh : Ritta Humas
  • 1999
  • 4 Menit membaca
UPN VETERAN Yogyakarta

SLEMAN – Acara wisuda biasanya menjadi moment istimewa bagi wisudawan dan dihadiri oleh orang tua. Begitupula yang dirasakan oleh Andi Kurniawan, salah satu wisudawan UPN “Veteran” Yogyakarta yang diwisuda pada Sabtu, (12/10). Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi ini berhasil menyelesaikan studi dengan IPK 3,76.

Kala diwisuda di Gedung Auditorium WR Supratman UPNVY, Andi tidak ditemani oleh kedua orang tua. Sang ayah sudah meninggal sejak ia berusia 3 tahun. Sedangkan sang ibu meninggal saat Andi duduk di kelas 2 SMA.

“Saya diantar oleh tante adik ibu. Sejak kedua orang tua meninggal tante yang membantu saya.” Kata laki-laki yang lahir di Klaten, 13 September 1995 tersebut.

Andi menceritakan sejak ayahnya meninggal sang ibulah yang mengurus semua kebutuhannya dan kedua kakaknya. Namun sejak ibunya jatuh sakit ia harus hidup mandiri.

“Sebelum meninggal ibu sakit stroke. Saat itu saya yang merawat beliau karena ibu tidak bisa apa-apa.” Kisahnya.

Andi menceritakan ia harus absen sekolah selama 3 bulan untuk merawat sang ibu. Saat itu ia sudah putus asa dapat melanjutkan sekolah di SMK Putra Tama Bantul.

 “Alhamdulillah pihak sekolah tetap memberikan kesempatan untuk saya melanjutkan masuk sekolah karena paham kondisi saya.” Katanya.

Setelah sang ibu meninggal, Andi kemudian diangkat anak oleh tetangganya. Namun lagi-lagi berita duka menghampiri Andi, sang ayah angkat meninggal dunia dua tahun setelah kepergian ibunya.

“Saat itu saya sedang mencari universitas Ayah angkat saya meninggal. Rasanya sedih sekali ditinggalkan orang-orang tersayang dalam waktu berdekatan.” Kisahnya.

Meninggalnya sang ayah angkat tak membuatnya berputus asa untuk meneruskan ke bangku perkuliahan. Dengan berbekal sisa tabungan dari sisa uang saku ia nekad mendaftar ke perguruan tinggi.

Saat itu ia juga diterima bekerja di salah satu toko buku di Yogyakarta. Gaji yang ia terima digunakannya untuk membiayai hidup setiap bulan.

“Saya tidak ingin merepotkan keluarga, jadi saya harus bisa mandiri. Yang saya pikirkan adalah bagaimana saya bisa beli makan untuk hari ini, untuk besok.” Ujarnya sambil berkaca-kaca.

Beruntung saat diterima di UPNVY Andi mendapatkan biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) golongan 1 yakni sebesar Rp 500 ribu per semester. Pada semester dua, ia kemudian mendapat beasiswa Bidikmisi sehingga gratis biaya kuliah.

Diakui Andi, meskipun mendapat biaya hidup dari program Bidikmisi namun tidak mencukupi sehingga ia tetap bekerja.

“Jam kerja saya waktu itu siang jadi setelah kuliah selesai saya baru berangkat. Namun karena tugas kuliah semakin banyak saya memutuskan keluar dari tempat kerja.” Katanya.

Ia mengaku selama menjadi mahasiswa tidak bisa mengikuti organisasi maupun kegiatan di kampus karena sibuk bekerja.

“Aktivitas saya kuliah, pulang, antar barang, trus jualan. Jadinya tidak punya waktu untuk ikut kegiatan di kampus.” Ujarnya.

Setelah keluar dari tempatnya bekerja Andi kemudian mencoba peruntungan dengan menjadi reseller sepatu. Ia menjual sepatu melalui online.

Awal berjualan diakui Andi sangat susah untuk memasarkan. Bahkan ia hanya bisa menjual dua pasang sepatu selama 2 bulan.

“Kemudian saya coba mencari produsen sepatu dengan model dan harga yang lebih murah. Akhirnya pada bulan ketiga saya jualan mendaptkan untung yang lumayan.” Katanya.

Andi mencoba membawa produk sepatunya ke kampus saat ia kuliah. Ia mencoba menawarkan produk sepatunya ke teman-teman kuliah.

“Saya bawa 5 kardus sepatu kalau kuliah. Ada teman yang tanya-tanya dan beli. Dari situ produk sepatu saya menjadi dikenal.” Kata Andi yang kini menjadi penyar radio di Yogyakarta tersebut.

Bermodalkan keuntungan penjualan sepatu yang ia tabung, Andi memberanikan diri membuka kios. Ia menyewa lahan kosong di depan tempat kostnya untuk dibangun bangunan semi permanen sebagai kios.

 “Alhamdulillah dengan usaha sepatu ini saya bisa menyelesaikan kuliah. Kadang iri dengan teman-teman yang bisa menjadi aktivis organisai atau sibuk kegiatan kampus sedangkan saya tidak bisa sepeti mereka.” Katanya.

Andi menyadari bahawa hidup ini memang tidak mudah. Diperlukan perjuangan dan kerja keras, sehingga ia berpesan agar selalu bersyukur.

“Saya percaya setiap orang punya jalan masing-masing. Rintangan apapun jangan dijadikan alasan untuk berputus asa apalagi menyerah karena Tuhan mempunyai rencana yang indah.” Katanya. (wwj/humas)