Atap Senja, Perjuangkan Pendidikan Bocah Bantaran Kali di Yogyakarta
TERDENGAR teriakan ceria bocah-bocah memanggil nama relawan mahasiswa yang datang menyambangi kampungnya. Dua hari dalam sepekan, di sela-sela padatnya jadwal kuliah, para mahasiswa yang tergabung dalam komunitas Sekolah Rakyat ‘Atap Senja’ mengajar puluhan bocah di bantaran kali Winongo dan Code, Yogyakarta.
Nampak salah seorang bocah sedang bungah menenteng jawaban soal matematika yang baru saja digarapnya bersama relawan. Namanya Satria, saat ini ia duduk di kelas lima SDN Kyai Mojo,Yogyakarta. Ia merupakan salah seorang anak yang telah dua tahun rutin belajar bersama Atap Senja di kampung Badran.
Pada Rabu (26/9/2018) Krjogja.com mengikuti relawan Atap Senja menyusuri lorong-lorong sempit kampung Badran, Yogyakarta yang berada di pinggir kali Winongo Yogyakarta. Ditemani dua orang pengurus Atap Senja membelah perumahan padat. Menyisir satu persatu tempat bocah-bocah berkumpu dan belajar sembari menyapa masyarakat yang duduk di pelataran rumah.
Setiap Rabu malam komunitas ini rutin hadir di Badran sejak pukul 19.00 hingga 21.00 untuk mengajar dan membantu anak-anak dengan tugas sekolahnya. Terdapat empat titik mencakup lima RT yang dijadikan tempat kegiatan belajar mengajar di Badran.
Mulai dari balai perkumpulan warga, hingga pelataran bank sampah dijadikan wadah untuk menggali potensi bocah kampung yang ingin belajar bersama. Keadaan itu tetap disyukuri oleh para relawan asalkan bisa tetap diberikan kesempatan untuk memberi arti bagi sesama. “Kita sudah senang bisa disediakan tempat oleh pemangku wilayah sini untuk bisa mengadakan kegiatan bersama anak-anak ,” ungkap Via Annisa selaku koordinator Atap Senja saat ini.
Komunitas Atap Senja ini sendiri sudah mulai aktif berkegiatan sejak bulan April tahun 2015 lalu. Diprakarsai oleh tiga mahasiswa jurusan Hubungan Internasional UPN Yogyakarta angkatan 2013 yang tergerak untuk bisa berbagi manfaat bagi sesama. Nama ‘Atap Senja’ menggambarkan suasana sore yang bahagia dengan siluet matahari hampir yang hampir hilang.
“Berhubung tiap mau acara kami koordinasi dari sore hari, jadi namanya Atap Senja. Walau agenda nya saat sudah petang,” jelas Via Annisa dengan tertawa.
Di Badran, tiap titik tempat mengajar rata-rata terdapat 20 anak dari usia Taman Kanak-kanak hingga SMP yang ikut serta. Dalam durasi dua jam, Atap Senja membagi satu jam pertama untuk memberikan materi seputar pelajaran sekolah. Sisanya untuk membantu mengerjakan tugas dan penanaman nilai karakter melalui cerita dan permainan.
Selain di kampung Badran, kegiatan ini dilangsungkan di Gondolayu yang berada di pinggir kali code. Meski sama-sama dilaksanakan di jam 19.00 hingga 21.00, kegiatan di Gondolayu digelar setiap Selasa dan hanya memiliki satu titik kegiatan.
Penguatan nilai pendidikan pada anak bantaran sungai dirasa penting karena minimnya dorongan orangtua akan pentingnya pendidikan. Hal ini dipengaruhi kondisi ekonomi yang masih serba kekurangan sehingga banyak anak yang putus sekolah di pada taraf SMP dan SMA. Atap Senja mengajak anak-anak mulai mencintai dunia pendidikan dari hal yang paling sederhana, memiliki cita-cita.
“Untuk usia anak-anak yang biasanya percaya diri mengutarakan cita-cita, disini saya mendengar banyak dari mereka yang tak punya gambaran tentang impian, kami, Atap Senja ingin mendorong mereka untuk optimis,” tambah Via Annisa.
Tak jarang, ada beberapa orangtua yang bahkan tak mendukung anak nya untuk ikut kegiatan belajar bersama Atap Senja. Sesekali ada anak yang dijemput orangtua nya dan selanjutnya sudah tak pernah bergabung di kegiatan yang sama, hilang entah kemana.
“Beberapa kali sih, tiba-tiba anak di suruh pulang, saya pikir itu biasa, tapi minggu depan dan seterusnya sudah ndak pernah gabung lagi,” tutur Nindiah Kusuma yang sudah dua tahun menjadi relawan.
Heru Purnama, salah seorang warga Badran menambahkan bahwa lingkungan cukup terbantu dengan adanya kegiatan positif Atap Senja. Ia juga membenarkan bahwa perhatian masyarakat sekitar tentang pendidikan masih kurang.
“Adanya kegiatan ini cukup membantu mengontrol jam belajar masyarakat yang sudah di tetapkan tiap malam, namun memang masih ada banyak masyarakat yang belum mendukung sepenuhnya kegiatan ini. Kondisi ekonomi cukup mempengaruhi kesadaran tentang pentingnya pendidikan,” jelasnya yang pernah menjadi ketua RT setempat.
Aral terbesar justru datang dari dalam tubuh Atap Senja Sendiri, kerap kali relawan mundur di tengah jalan. Sumber daya manusia menjadi tantangan terbesar Atap Senja sejak awal berdiri. Komunitas ini membuka pendaftaran relawan tiap jeda semester untuk menambah amunisi.
“Pernah suatu saat saya hanya berdua dengan rekan saya, mengajar di empat titik Badran dalam semalam. Saya maklumi karena kegiatan ini berat, memang hanya yang memiliki niat kuat dan konsisten yang dapat bertahan,” timpal Via Annisa lagi.
Perihal dana untuk melangsungkan kegiatan, Atap Senja masih mengandalkan dana swadaya dari anggota untuk memutar roda kegiatan. Hingga saat ini cara itu dirasa masih baik agar komunitas ini tetap independen dan tak dicampuri kepentingan dari berbagai pihak.
Terkini, ada 84 relawan setelah pembukaan pendaftaran pada bulan Agustus 2018 lalu. Jumlah ini merupakan yang terbanyak dari yang pernah ada. Mayoritas relawan merupakan Mahasiswa UPN Yogyakarta, dan beberapa kampus lain seperti UIN Sunan Kalijaga, UNY, Sanatha Dharma, dan Akprind Yogyakarta. (Hammam Izzuddin)
Sumber : https://bit.ly/2QRVvGD