GTT Pahlawan tanpa Tanda Jasa
Pengamat ekonomi Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Ardito Bhinadi menganggap tuntutan kenaikan pendapatan yang kerap dilontarkan guru tidak tetap (GTT) sebagai hal wajar. Lantaran gaji guru memang masih di bawah standar. Sebagian mereka bahkan ada yang digaji di angka Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu per bulan.
”Itu tidak sepadan dengan jam mengajar,” jelas Ardito pekan lalu.
Menurutnya, upaya meningkatkan kesejahteraan guru bukan perkara sulit. Ada banyak cara untuk memberikan pendapatan yang sepadan kepada pahlawan tanpa tanda jasa itu. Namun, semua tergantung good will pemerintah. Di antara keberpihakan pemerintah itu bisa berupa revisi Undang-undang No. 5/2017 tentang Aparatur Sipil Negara. Sebab, regulasi ini menjadi salah satu batu sandungan guru tidak tetap (GTT) dalam pendaftaran CPNS (calon pegawai negeri sipil). Mayoritas GTT terganjal batasan usia pendaftar.
Regulasi ini juga tidak berpihak terhadap kesejahteraan kepada GTT.
”Padahal, mereka telah mengabdi belasan tahun,” ucapnya.
Pendaftaran CPNS sudah lewat. Namun, Ardito melihat, ada cara lain bagi pemerintah untuk menyejahterakan guru. Terutama, GTT yang berusia di atas 35 tahun. Caranya dengan mengangkat mereka menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).
Dalam kesempatan itu, Ardito juga meminta pemerintah lebih bijak menggunakan anggaran. Khususnya, anggaran untuk sertifikasi guru berstatus ASN.
”Meski gaji PNS kadang dianggap kecil, tapi jauh lebih kecil GTT,” katanya.
Secara umum, Ardito ingin pemerintah bisa lebih berkomitmen pada bidang pendidikan. Sebab, tanpa GTT akan banyak sekolah yang kekurangan guru.
”GTT itulah yang saat ini bisa disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa,” ucapnya.(cr9/zam/by/mg3)
Sumber :
https://www.radarjogja.co.id/2018/11/26/gtt-pahlawan-tanpa-tanda-jasa/