Nugroho, Mantan Menwa Yang “Ketagihan” Terjun
SLEMAN – Bendera merah putih, garuda dan UPN mengangkasa pada upacara pembukaan Pengenalan Kehidupan Kampus UPN “Veteran” Yogyakarta, Senin (14/8/2017). Ketiga bendera berukuran sekitar 6 x 4,5 meter tersebut dibawa oleh tiga penerjun UPNVY, Federasi Air Sport Indonesia (FASI) DIY dan Lanud Adisucipto.
Aksi heroik ketiga penerjun mendapatkan tepuk tangan meriah dari 2.342 mahasiswa yang hadir memenuhi lapangan tengah Kampus UPN Condong Catur. Ketiga bendera kemudian diserahkan kepada Rektor UPNVY, Prof. Dr. Ir. Sari Bahagiarti K, M.Sc., Wakil Rektor I, Dr. Mohamad Irhas Effendi, M.S dan Wakil Rektor III, Dr. Ir.Singgih Saptono,M.T yang hadir dalam acara tersebut.
Setiap tahun atraksi terjun payung menjadi agenda rutin penyambutan mahasiswa baru. Tahun ini merupakan kali pertama bendera Garuda Pancasila dibentangkan di angkasa oleh penerjun, yang merupakan salah satu perwujudan bela Negara.
Menariknya adalah salah satu penerjun merupakan alumni UPNVY. Nugroho Budi Santoso yang merupakan alumni Jurusan Manajemen angkatan 1989 tersebut sudah menjadi penerjun sejak di bangku kuliah. Penerjunan kali ini merupakan yang ke 400 bagi Nugroho. Baginya menjadi penerjun dalam acara pembukaan penerimaan mahasiswa baru di kampus almamaternya merupakan agenda rutin.
“Untuk pembukaan mahasiswa baru hampir setiap tahun saya ikut. Tidak hanya untuk Maba juga acara-acara Menwa. Memang yang diutamakan adalah para alumni,” ujar Nugroho.
Suami dari Sri Dwi Yanti ini menuturkan ketertarikannya menggeluti olah raga dirgantara tersebut berawal dari ajakan seniornya di Resimen Mahasiswa (Menwa). Saat itu sudah banyak mahasiswa dan alumni UPNVY yang tergabung di FASI. Hal itu semakin membulatkan tekadnya untuk menggeluti olah raga pemacu adrenalin tersebut.
“Terjun payung merupakan salah satu kegiatan di Menwa. Tidak wajib, namun sebagian besar ikut, bahkan ada yang jadi atlet,” ujarnya kepada Info Kampus.
Tahun 1994 menjadi moment bersejarah bagi Nugroho. Pada tahun tersebut ia melakukan terjun untuk pertama kalinya. Didampingi jumping master atau pelatih ia terjun dengan teknik static free fall dari pesawat jenis Cesna.
Static free fall adalah teknik terjun payung dengan mengaitkan pin pembuka parasut ke tali. Pelatih akan mencabut pin melalui tali yang sudah dikaitkan tadi, sehingga parasut akan terbuka.
“Saat pertama kali terjun saya tidak merasakan apa-apa, justru menikmati penerbangan karena baru pertama kali naik pesawat. Namun saat terjun yang ke dua justru ketakutan setengah mati. Ibaratnya kalau waktu itu disembelih tidak keluar darah karena saking takutnya,” kata bapak dari Kidung Nursati Dwi Nugroho dan Awan Nurjati Satria Nugroho.
Pria kelahiran Magelang, 22 Juli 1970 tersebut menceritakan dirinya sudah dapat menggunakan teknik free fall saat terjun ke tiga kalinya. Pada teknik ini, penerjun sendiri yang bertanggungjawab untuk membuka parasut. Dirinya mengaku masih takut saat itu, namun para jumping master selalu mengingatkan bahwa bagian terpenting dari penerjunan adalah otomatisasi gerak.
“Kita terbang di ketinggian 3000 – 3500 ft, dan waktu kita di udaranya hanya belasan detik. Jika terjadi sesuatu, parasut tidak akan mengembang atau lainnya, waktu kita hanya belasan detik. Tidak ada tempat bertanya,” ujarnya.
Menurut Nugroho, terjun payung merupakan olah raga yang beresiko. Olah raga udara ini tidak hanya mengandalkan kesehatan fisik namun juga mental. Sebelum menjadi penerjun harus mengikuti psikotes dan medical test. Bahkan sebelum terjun, para penerjun harus mengecek tekanan darah.
“Di DIY, kami bekerjasama dengan AAU untuk psikotes, sedangkan untuk medical test kami kerjasama dengan RS AAU. Mirip standard militer,” tuturnya.
Nugroho berpesan bagi mahasiswa yang tertarik bergabung dengan terjun payung agar menyiapkan fisik dan mental. Terjun payung tidak hanya dikhususkan untuk Organisasi Kemahasiwaan Menwa namun terbuka untuk lainnya yang ingin bergabung. Namun di Menwa, pendidikan kedisiplinan juga diajarkan sama halnya dalam peraturan terjun payung.
“Bagi adik-adik mahasiwa baru silakan bergabung dengan organisasi kemahasiswaan. Dengan organisasi akan mengasah soft skill, karena nanti di tempat kerja itulah yang dibutuhkan,” tutupnya mengakhiri perbincangan. (wwj/humas)