Penasehat Khusus Presiden Prabowo Berikan Orasi Ilmiah Pada Dies Natalis Ke-66 UPN Veteran Yogyakarta

  • Senin 16 Desember 2024 , 05:26
  • Oleh : Dewi
  • 55
  • 4 Menit membaca
UPN VETERAN Yogyakarta

YOGYAKARTA – Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta menggelar Sidang Terbuka Senat dalam rangka Dies Natalis ke-66 pada Senin (16/12/2024). Dalam acara tersebut, Penasehat Khusus Presiden Bidang Energi, Prof. Ir. Purnomo Yusgiantoro, M.Sc., M.A., Ph.D., berkesempatan memberikan orasi ilmiah bertajuk “Transformasi Energi Menuju Indonesia Emas”.

Membuka orasinya, Prof. Purnomo menyampaikan bahwa visi Indonesia Emas 2045 berdasarkan pada empat pilar, meliputi Pembangunan Manusia dan Penguasaan Ilmu Pengetahun dan Teknologi, Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan, Pemerataan Pembangunan, dan Pemantapan Ketahanan Nasional dan Tata Kelola Pemerintahan.

Prof. Purnomo juga menyampaikan bahwa Indonesia ditargetkan menjadi negara berpendapatan tinggi dan keluar dari jebakan pendapatan menengah (middle income trap) pada 2045.

“Agar keluar dari middle income trap, maka Gross Domestic Product (GDP) atau Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita Indonesia harus mencapai 15.000 dolar AS per tahun, setara dengan Rp 230 juta per tahun per kapita,” papar Prof. Purnomo.

Untuk mencapai target tersebut, Prof. Purnomo mengungkapkan bahwa pemerintah telah menyusun empat tahapan transformasi keluar dari middle income trap, mengingat GDP per kapita Indonesia masih berada di angka 5.030 dolar AS per tahun, atau sekitar Rp 77 juta per kapita per tahun.

Tahap pertama dicanangkan pada 2025-2025, yakni mengembangkan hilirisasi sumber daya alam serta penguatan riset inovasi dan produktivitas tenaga kerja. Tahap kedua yang dicanangkan pada 2030-2034, yakni peningkatan produktivitas secara masif dan perluasan sumber pertumbuhan ekonomi. Tahap ketiga yang dicanangkan pada 2035-2039 adalah economic power house yang terintegrasi dengan jaringan rantai global dan domestik serta ekspor yang kokoh. Tahap keempat dicanangkan pada 2040-2045 yakni Indonesia menjadi negara yang berpendapatan tinggi.

Untuk mencapai target tersebut, lanjutnya, dibutuhkan strategi yaitu memanfaatkan bonus demografi untuk dapat mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi, yang akan terjadi pada 2030-2035.

“Apabila Indonesia bisa memanfaatkan bonus demografi ini untuk mendorong pertumbuhan ekonomi mencapai 6-7 persen, maka Indonesia diprediksi bisa keluar dari middle income trap pada 2038-2041. Pada saat ini, pemerintah mempunyai cita-cita untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi menjadi sekitar 8 persen, yang tentu ini akan mempercepat capaian tujuan Indonesia untuk keluar dari middle income trap,” imbuhnya.

Dalam orasinya, Prof. Purnomo juga menyinggung mengenai ketahanan energi guna mendukung target Indonesia Emas 2045. Untuk mencapai kemandirian energi, maka dibutuhkan pergeseran paradigma dari sisi supply (penawaran) ke demand (permintaan).

“Pandangan selama ini yang hanya fokus pada sisi supply yaitu eksplorasi dan eksploitasi sudah harus diperluas dengan cara pandang juga berfokus pada sisi permintaan yaitu pricing policy, diversifikasi, konservasi, dan efisiensi. Permintaan masyarakat akan energi selalu meningkat dari waktu ke waktu, sehingga demand side management atau manajemen sisi permintaan menjadi penting dalam mencapai kemandirian energi,” tutur Prof. Purnomo.

Upaya tersebut, lanjut Prof. Purnomo, melibatkan salah satunya yakni penggunaan energi bersih yang ramah lingkungan Energi Baru Terbarukan (EBT) atau new renewable energy. Selain itu, pemerintah juga menggenjot diversifikasi energi untuk mengurangi konsumsi energi fosil dan mendorong penggunaan EBT, misalnya penggunaan kendaraan listrik, biofuel, dan bahan bakar gas pada sektor transportasi dan penggunaan kompor listrik, jaringan gas, dan PLTS atap pada sektor rumah tangga.

“Faktor penting dalam diversifikasi energi adalah teknologi dan kelayakan ekonomi dari teknologi alternatif. Untuk konservasi dan efisiensi energi, perlu terus diterapkan guna meningkatkan efisiensi konsumsi energi dan mengurangi persentase energi yang digunakan utnuk mencapai output ekonomi,” papar Prof. Purnomo.

Prof. Purnomo juga menyinggung hilirisasi nikel dan batu bara sebagai salah satu upaya mendorong pertumbuhan ekonomi. Hilirisasi nikel dan batu bara diarahkan untuk menghasilkan produk bernilai tambah seperti baterai kendaraan listrik dan dimethyl ether (DME) guna mendukung transisi energi dan kemandirian ekonomi.

Hilirasi nikel dan batu bara sangat penting lantaran Indonesia saat ini masih memiliki cadangan terbukti nikel sebesar 5,03 miliar ton dari 17,34 miliar ton dari total sumber daya. Sementara itu, cadangan terbukti batubara sebesar 35,05 miliar ton dari 99,19 miliar ton dari total sumber daya.

“Konsep hilirisasi yang dicetuskan pada 2009, dengan terbitnya UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, sekarang sudah harus diperlebar lagi. Konsep hilirisasi tidak hanya dari midstream ke hilir saja, namun perlu dilanjutkan ke end user, nikel menjadi baterai EV atau penyimpan energi dan batu bara menjadi DME untuk menggantikan LPG,” tukas Prof. Purnomo.